Tuesday, December 15, 2015

Perjuangan Naik ke Ijen

Kawah Ijen, Photo by: +DADIKA PRADANA 
Waktu mengetahui seorang teman menyombongkan perjalanannya ke Ijen dengan memperlihatkan blue fire, hati saat itu rasanya iri sekali. Apalagi ditambah dengan perkataan seorang teman itu, "Lo ga akan bisa deh naik ke Ijen, lemah!". Gue memang lemah, apalagi dalam masalah naik gunung, sangat menghindari. Alasan menghindari gunung cuman satu, gue engga mau menyusahkan teman seperjalanan naik gunung karena fisik gue yang lemah.
Suatu hari, gue mesti ke Ijen, salah satu atraksi wisata yang terletak di Kabupaten Bondowoso. Gue berangkat dari salah satu hotel di Bondowoso jam 11 malam. Didampingi oleh ketiga teman, kami pun berangkat menuju Ijen. Saat itu, Gunung Raung sedang bergejolak alias dalam status waspada atau siaga, gue lupa. Sempat khawatir engga bisa naik ke Ijen karena status Gunung Raung, tapi alhamdulillah, bisa.
Sepanjang perjalanan menuju Ijen, gue tidur seperti biasa. Sesampainya di Paltuding, gerbang masuk utama ke Ijen, gue dapat mendengar suara dentuman Gunung Raung. Subhanallah, menegangkan. Setelah mempersiapkan segala peralatan untuk dibawa ke puncak, kami pun mulai naik ke Ijen.
"Standarnya sih 1,5 - 2 jam sampai puncak.", begitu kata teman gue, Dadika.
Gue pun harus bisa menaklukkan waktu standar itu, tekad dalam hati.
Makan!!
15 menit pertama, masih semangat, lama kelamaan mulai lelah. Nanjak terus! Treknya sih bagus, bukan gunung tepatnya, karena dipermudah dengan aksesibilitas menuju puncak Ijen. Tapi ya tetap saja, karena menanjak jadi fisik cepat lelah.
Baru seperempat perjalanan, gue dapat melihat Gunung Raung sedang meraung di seberang nun jauh di sana. Wah, keren. Pengalaman pertama naik gunung ditambah melihat gunung yang lagi meletus, rasanya luar biasa. Sepanjang perjalanan pun ditemani oleh dentuman Gunung Raung.
Gunung Raung, Photo by +DADIKA PRADANA 
Setengah perjalanan, kecepatan jalan gue sudah mulai berkurang. Sumpah, cape banget, padahal engga lari cuman jalan biasa. Yang awalnya kami grup paling awal berangkat, disusul sama bule-bule yang sama sekali engga ada keliatan capenya. Gue terus bertanya kapan sampe, mereka bilang sebentar lagi, tapi gue tau mereka bohong, rasanya engga sampe-sampe.
Before  Sunrise, Photo by +DADIKA PRADANA 
Tiba di Pondok Bunder, semua orang beristirahat duduk di situ, ramai sekali. Gue pun ikut istirahat, kata mereka, kalau sudah sampai di Pondok Bunder sudah tinggal seperempat perjalanan dan tidak ada lagi jalan menanjak. Ya ampun, rasanya seneng mendengarnya. Tapi ketika melihat banyak lampu sorot dari atas kemudian menghilang, kayaknya perjalanan masih jauh.
Gue pun melanjutkan perjalanan. Banyak pula yang menawarkan masker untuk disewa. Pikir gue, kalau sudah ada yang menawarkan masker, berarti udah deket, tapi kalau melihat ke depan, gelap banget, karena orang-orang sepertinya sudah di balik bukit, dan masih berasa jauh.
Akhirnya, tiba juga di puncak Ijen. Mulai trekking jam 1, kami baru sampai jam 4. Lama juga, ya?!
Rasanya di Puncak Ijen? DINGIN BANGET!! Gila, gue yang pake jaket setebel apaan aja masih berasa dingin, tapi bule-bule yang cuman pake baju training, jaket tipis, bahkan ada yang pakai semacam baju tidur, celana pendek tapi kayak engga berasa apa-apa.
Gue penasaran sama blue fire, lalu menuju lah ke lokasinya, tapi liat dari atas dulu. Ternyata, keren banget. Mau turun, agak ragu, karena rame, dan beneran udah cape banget. Namun, apa salahnya mencoba, apalagi dibilangnya cuman 30 menit. Trek menuju blue fire agak curam dan berbatu. Gue pun menyerah, hanya sanggup setengah perjalanan.
Blue Fire, Photo by +DADIKA PRADANA 
Cape!
Kembali lagi ke puncak, ke spot sunrise, melihat pemandangan Banyuwangi. Keren pake banget!!
Kami pun rehat sejenak, memasang peralatan masak untuk sarapan. Nikmat juga makan di atas gunung. Gue bawa susu kotak-an, awalnya engga dingin, nyampe atas, berasa baru keluar dari lemari es tuh susu.
Setelah makan pagi, kami pun kembali ke bawah. Trek kembali ke Paltuding pun tetep aja kerasa cape, mana turunan, kaki udah pada lemes semua. Padahal, gue hanya membawa diri dan sedikit peralatan.
Geng Ijen
Kawah Ijen
Sunrise
Asap Gunung Raung
Tapi, dengan naik ke Ijen, gue merasa bahagia karena berhasil sampai Ijen meskipun tidak sampai ke tepi blue fire. Berhasilnya ke Ijen malah membuat gue makin engga mau naik gunung, tapi kalau diajak ke Ijen lagi, ayo lah!
Tips ke Kawah Ijen:
  1. Ajak teman yang sudah sering ke Ijen atau naik gunung, jadikan dia porter sekaligus pemandu seperti teman gue yang bernama Dadika. Dia asli Bondowoso dan udah sering banget naik-turun Ijen. Kalau butuh pemandu, bisa hubungi Dadika.
  2. Siapkan fisik yang kuat, gunakan jaket tebal, bawa masker, gunakan sendal/sepatu gunung, lindungi tubuh dari dingin buat yang engga kuat dingin.
  3. Bawa persediaan air mineral yang cukup.
  4. Jangan buang sampah sembarangan, banyak tempat sampah di sepanjang perjalanan ke Puncak Ijen.
Para Penjual Kerajinan Belerang, Photo by +DADIKA PRADANA 

Keep Traveling and Share Your Travel Experiences!

No comments:

Post a Comment