Friday, April 08, 2016

Kehidupan Tanpa Sinyal, Menyenangkan atau Menyedihkan?

Suatu hari salah seorang teman pernah menantang gue untuk tidak mengaktifkan media sosial selain media komunikasi selama 2 minggu. Segala media sosial harus dilog-out dan tidak boleh buka sama sekali. Pada awalnya, gue menerima tantangan dengan penuh semangat dan percaya diri. Nyatanya, baru berjalan 3 hari, gue sudah tidak sanggup jauh-jauh dari media sosial. Gue pun mengaku menyerah, tidak dapat jauh-jauh dari media sosial.
Sampai pada akhirnya gue harus menghadapi kenyataan bahwa untuk tugas penelitian dari kampus, gue dan teman-teman harus menetap di Taman Buru Masigit Kareumbi selama sebulan. Mencari informasi sana-sini, kami menemukan fakta bahwa di Taman Buru Masigit Kareumbi tidak akan ada sinyal sama sekali. Hanya ada penguat sinyal, itupun khusus operator tertentu. Ditambah kenyataan bahwa malam-malam akan sangat gelap karena memang minim penerangan. Seketika itu juga kami langsung mengaduh.
"Kalau mau ditemenin ke WC, goceng, ya!", celetuk salah seorang teman ketika itu. Sampai pada akhirnya kami pun harus memulai menjalani kehidupan di Taman Buru Masigit Kareumbi.
Kereta Ekonomi Bandung - Cicalengka
Awal mula, kami semua cukup excited dengan perjalanan ini, karena sekalian jauh dari rutinitas kampus yang mengharuskan kami selalu di kelas dan menggunakan seragam. Setibanya di gerbang Taman Buru Masigit Kareumbi, perasaan khawatir pun muncul dalam diri, terutama mengetahui di handphone sudah tidak ada sinyal. Kami pun ditunjukkan tempat dimana kami akan tinggal selama beberapa minggu ke depan.
Tempat Tinggal Kami
Keadaan Kamar di Kala Senggang
Awalnya kami kira, kami akan ditempatkan di tenda atau di rumah pohon. Ternyata, kami ditempatkan di Taman Bacaan Umum yang ada di Taman Buru Masigit Kareumbi. Kondisinya? Buku-buku memang tertata rapi di rak buku, namun berdebu. Lantai beralaskan karpet, terdapat canoe di salah satu sudut ruangan, terdapat kamar mandi dalam dengan kondisi seadanya, dan penerangan lampu pun seadanya. Yang penting, cukuplah untuk kami semua tidur dalam satu ruangan. Kami pun berebut posisi tidur, ada yang takut karena tidak mau di ujung, ada yang tidak mau melihat ke arah pintu, dan sebagainya. Untungnya, kami masih bisa menggunakan laptop, hitung-hitung sebagai pelipur lara tidak adanya sinyal handphone.
Kelakuan
Hiburan kami selain elektronik, hanyalah makanan, minuman, cemilan, kartu, dan teman-teman. Kelakuan akan makin 'gila' ketika makin stress. Hahahaha. Suatu ketika, kami pun kedapatan giliran mati listrik, keadaan super gelap gulita, sama sekali tidak ada penerangan, Ampun! Pemakaian laptop pun dihemat-hemat agar bertahan hingga beberapa hari ke depan. Pemakaian handphone pun begitu, dihemat-hemat. Rasanya menyedihkan sekali saat itu. Mana saat itu, pengelola Taman Buru Masigit Kareumbi pun sedang libur, kami pun makin kesepian. Kami hanya ditemani lilin, lolongan anjing, suara ayam, suara kalkun, ditambah cerita horor dari salah satu staff. Makin jiper. Hingga paginya, teman bercerita bahwa dia melihat ada sesosok wanita dengan berpakaian jadul sedang memperhatikan mereka dari salah satu sudut ruangan. Cerita tersebut sangatlah relevan dengan apa yang diceritakan oleh staff.
Tidur di Kantin
Selain menyebar kuesioner, jika tidak ada kerjaan, kami pun biasa nongkrong di kantin, untuk sekedar mengobrol ataupun jajan. Sebenarnya kami bisa turun ke kota, namun medannya kurang mendukung dan kami harus menyewa motor yang harganya cukup lumayan dalam penghematan kami selama sebulan. Yah, hiburan kami hanyalah berinteraksi dengan alam dan penduduk sekitar.
Makanan Sehari-hari
Di balik ketiadaan sinyal, kami jadi lebih sering berinteraksi satu sama lain. Suatu malam (dan hampir tiap malam), kami iseng bermain truth or dare. Anehnya, tidak ada yang memilih dare, sehingga kami semua yang kalah lebih memilih truth. Mungkin memang mengutarakan perasaan lebih menyenangkan daripada harus melakukan hal aneh-aneh. Aib satu sama lain pun muncul secara langsung dari mulut masing-masing tanpa paksaan. Ajaib memang.
Selain truth or dare, kadang kami memilih asik bermain kartu, nonton film di laptop, main game di laptop, dan gue? Sebenarnya gue membawa buku untuk mengusir kebosanan, tapi nyatanya hal tersebut tidak gue lakukan, yang gue lakukan hanyalah nimbrung nonton, ngaririweuh lah. Sesungguhnya, selama kami tinggal di Taman Buru Masigit Kareumbi, kami yakin bahwa kami lah yang tidur paling malam dan mengganggu jam tidur para staff karena terkadang kami baru bisa tidur lepas jam 12 malam.
Saat pulang pun, pengelola Taman Buru Masigit Kareumbi berkata, "Kalian ini suka tidur jam berapa, sih? Kok pada kuat banget main sampe malam. Rame banget, biasanya sepi. Kedengeran sampai ke depan, tuh.". Enak engga enak mendengar ucapan tersebut, hahaha.
Tim Kareumbi + Teteh Kantin
Kami tidak sepenuhnya tinggal selama sebulan, sih. Pada nyatanya, pada minggu ke-2, kami diperbolehkan pulang oleh para dosen pembimbing kami karena kami dianggap telah menyelesaikan penelitian dengan tuntas.
Jadi, kehidupan tanpa sinyal itu rasanya di antara senang dan sedih. Senang karena ternyata tanpa sinyal malah kita lebih banyak berinteraksi dengan sekitar. Sedihnya karena tidak bisa berhubungan dengan yang di luar sana, haha!
Keep Traveling and Share Your Travel Experiences!

No comments:

Post a Comment